Rabu, 14 Januari 2015

penangguhan upah



Berdasarkan Pasal 89 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UUK”), upah minimum, dalam hal ini termasuk UMK, ditetapkan oleh Gubernur.

Pada dasarnya, setiap pengusaha dilarang membayar upah pekerjanya lebih rendah dari upah minimum. Akan tetapi, pengusaha yang tidak mampu membayar upah minimum dapat meminta penangguhan berdasarkan Pasal 90 UUK.

Mengenai penangguhan upah minimum di dalam penjelasan Pasal 90 ayat (2) UUK dijelaskan sebagai berikut:

“Penangguhan pelaksanaan upah minimum bagi perusahaan yang tidak mampu dimaksudkan untuk membebaskan perusahaan yang bersangkutan melaksanakan upah minimum yang berlaku dalam kurun waktu tertentu. Apabila penangguhan tersebut berakhir maka perusahaan yang bersangkutan wajib melaksanakan upah minimum yang berlaku pada saat itu tetapi tidak wajib membayar pemenuhan ketentuan upah minimum yang berlaku pada waktu diberikan penangguhan.”


Jadi, kewajiban pengusaha untuk membayarkan upah pekerja sesuai ketentuan UMK dapat ditangguhkan apabila perusahaan tidak mampu.

Kemudian, mengenai tata cara penangguhan upah minimum selanjutnya diatur dalam Kepmenakertrans No. KEP-231/MEN/2003 Tahun 2003 tentang Tata Cara Penangguhan Pelaksanaan Upah Minimum (“Kepmenakertrans 231/2003”).

Pengusaha yang tidak mampu membayar sesuai upah minimum dapat mengajukan permohonan penangguhan upah minimum kepada Gubernur melalui Instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan Provinsi paling lambat 10 hari sebelum tanggal berlakunya upah minimum (Pasal 3 ayat [1] Kepmenakertrans 231/2003). Permohonan tersebut merupakan hasil kesepakatan tertulis antara pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat (Pasal 3 ayat [2] Kepmenakertrans 231/2003).

Berdasarkan ketentuan tersebut, jelas bahwa untuk dapat mengajukan permohonan penangguhan UMK, pengusaha harus mencapai kesepakatan dengan pihak buruh/pekerja jika ingin mengajukan penangguhan upah minimum.

Jika telah tercapai kesepakatan untuk dilakukan penangguhan upah minimum, maka disampaikan permohonan kepada Gubernur. Permohonan penangguhan upah minimum harus disertai dengan (Pasal 4 ayat [1] Kepmenakertrans 231/2003):
a.    naskah asli kesepakatan tertulis antara pengusaha dengan serikat pekerja/serikat
buruh atau pekerja/buruh perusahaan yang bersangkutan;
b.    laporan keuangan perusahaan yang terdiri, dari neraca, perhitungan rugi/laba beserta penjelasan-penjelasan untuk 2 (dua) tahun terakhir;
c.    salinan akte pendirian perusahaan;
d.    data upah menurut jabatan pekerja/buruh;
e.    jumlah pekerja/buruh seluruhnya dan jumlah pekerja/buruh yang dimohonkan
penangguhan pelaksanaan upah minimum;
f.     perkembangan produksi dan pemasaran selama 2 (dua) tahun terakhir, serta rencana produksi dan pemasaran untuk 2 (dua) tahun yang akan datang;

Apabila perusahaan yang memohon penangguhan upah minimum berbentuk badan hukum, atau jika Gubernur merasa perlu untuk pembuktian ketidakmampuan keuangan perusahaan, maka laporan keuangan harus diaudit oleh Akuntan Publik (Pasal 4 ayat [2] dan [3] Kepmenakertrans 231/2003).

Terhadap permohonan penangguhan upah minimum dari perusahaan, Gubernur akan memberikan persetujuan atau penolakan setelah menerima saran dan pertimbangan Dewan Pengupahan Provinsi. Apabila penangguhan upah minimum disetujui, Gubernur memberi penangguhan upah minimum untuk jangka waktu paling lama 12 bulan (Pasal 4 ayat [4] jo. Pasal 5 ayat [1] Kepmenakertrans 231/2003).

Bentuk penangguhan upah minimum yang diberikan dapat berupa (Pasal 5 ayat [2] Kepmenakertrans 231/2003):
a.    membayar upah minimum sesuai upah minimum yang lama, atau;
b.    membayar upah minimum lebih tinggi dari upah minimum lama tetapi lebih rendah
dari upah minimum baru, atau;
c.    menaikkan upah minimum secara bertahap

Jika masa penagguhan telah berakhir, pengusaha wajib membayar upah minimum yang berlaku (Pasal 5 ayat [3] Kepmenakertrans 231/2003).