UNDANG-UNDANG TENTANG
KETENAGAKERJAAN.
Pasal 9
Pelatihan kerja diselenggarakan dan diarahkan untuk membekali,
meningkatkan, dan mengembangkan kompetensi kerja guna meningkatkan kemampuan,
produktivitas, dan kesejahteraan.
Pasal 10
(1)
Pelatihan kerja dilaksanakan dengan memperhatikan kebutuhan pasar kerja dan
dunia usaha, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja.
(2)
Pelatihan kerja diselenggarakan berdasarkan program pelatihan yang mengacu
pada standar kompetensi kerja.
(3)
Pelatihan kerja dapat dilakukan secara berjenjang.
(4)
Ketentuan mengenai tata cara penetapan standar kompetensi kerja sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri.
Pasal 11
Setiap tenaga kerja berhak untuk memperoleh dan/atau meningkatkan dan/atau
mengembangkan kompetensi kerja sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya
melalui pelatihan kerja.
Pasal 12
(1) Pengusaha bertanggung jawab atas peningkatan dan/atau
pengembangan kompetensi pekerjanya melalui pelatihan kerja.
(2) Peningkatan dan/atau pengembangan kompetensi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diwajibkan bagi pengusaha yang memenuhi persyaratan yang
diatur dengan Keputusan Menteri.
(3) Setiap pekerja/buruh memiliki kesempatan yang sama untuk
mengikuti pelatihan kerja sesuai dengan bidang tugasnya.
Pasal 13
(1) Pelatihan kerja diselenggarakan oleh lembaga pelatihan
kerja pemerintah dan/atau lembaga pelatihan kerja swasta.
(2) Pelatihan kerja dapat diselenggarakan di tempat pelatihan
atau tempat kerja.
(3) Lembaga pelatihan kerja pemerintah sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dalam menyelenggarakan pelatihan kerja dapat bekerja sama dengan
swasta.
Pasal 14
(1) Lembaga pelatihan kerja swasta dapat berbentuk badan
hukum Indonesia atau perorangan.
(2) Lembaga pelatihan kerja swasta sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) wajib memperoleh izin atau mendaftar ke instansi yang bertanggung
jawab di bidang ketenagakerjaan di kabupaten/kota.
(3) Lembaga pelatihan kerja yang diselenggarakan oleh
instansi pemerintah mendaftarkan kegiatannya kepada instansi yang bertanggung
jawab di bidang ketenagakerjaan di kabupaten/kota.
(4) Ketentuan mengenai tata cara perizinan dan pendaftaran
lembaga pelatihan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur
dengan Keputusan Menteri.
Pasal 15
Penyelenggara pelatihan kerja wajib memenuhi persyaratan:
(a) tersedianya tenaga kepelatihan;
(b) adanya kurikulum yang sesuai dengan tingkat pelatihan;
(c) tersedianya sarana dan prasarana pelatihan kerja; dan
(d) tersedianya dana bagi kelangsungan kegiatan
penyelenggaraan pelatihan kerja.
Pasal 16
(1) Lembaga pelatihan kerja swasta yang telah memperoleh izin
dan lembaga pelatihan kerja pemerintah yang telah terdaftar dapat memperoleh
akreditasi dari lembaga akreditasi.
(2) Lembaga akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
bersifat independen terdiri atas unsur masyarakat dan pemerintah ditetapkan
dengan Keputusan Menteri.
(3) Organisasi dan tata kerja lembaga akreditasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri.
Pasal 17
(1) Instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan
di kabupaten/kota dapat menghentikan sementara pelaksanaan penyelenggaraan
pelatihan kerja, apabila di dalam pelaksanaannya ternyata:
a. tidak sesuai dengan arah pelatihan kerja sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9; dan/atau
b. tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 15.
(2) Penghentian sementara pelaksanaan penyelenggaraan
pelatihan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disertai alasan dan saran
perbaikan dan berlaku paling lama 6 (enam) bulan.
(3) Penghentian sementara pelaksanaan penyelenggaraan
pelatihan kerja hanya dikenakan terhadap program pelatihan yang tidak memenuhi
syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dan Pasal 15.
(4) Bagi penyelenggara pelatihan kerja dalam waktu 6 (enam)
bulan tidak memenuhi dan melengkapi saran perbaikan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dikenakan sanksi penghentian program pelatihan.
(5) Penyelenggara pelatihan kerja yang tidak menaati dan
tetap melaksanakan program pelatihan kerja yang telah dihentikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) dikenakan sanksi pencabutan izin dan pembatalan
pendaftaran penyelenggara pelatihan.
(6) Ketentuan mengenai tata cara penghentian sementara,
penghentian, pencabutan izin, dan pembatalan pendaftaran diatur dengan
Keputusan Menteri.
Pasal 18
(1) Tenaga kerja berhak memperoleh pengakuan kompetensi kerja
setelah mengikuti pelatihan kerja yang diselenggarakan lembaga pelatihan kerja
pemerintah, lembaga pelatihan kerja swasta, atau pelatihan di tempat kerja.
(2) Pengakuan kompetensi kerja sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan melalui sertifikasi kompetensi kerja.
\
(3) Sertifikasi kompetensi kerja sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dapat pula diikuti oleh tenaga kerja yang telah berpengalaman.
(4) Untuk melaksanakan sertifikasi kompetensi kerja dibentuk
badan nasional sertifikasi profesi yang independen.
(5) Pembentukan badan nasional sertifikasi profesi yang
independen sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 19
Pelatihan kerja bagi tenaga kerja
penyandang cacat dilaksanakan dengan memperhatikan jenis, derajat kecacatan,
dan kemampuan tenaga kerja penyandang cacat yang bersangkutan.
Pasal 20
(1) Untuk mendukung peningkatan pelatihan kerja dalam rangka
pembangunan ketenagakerjaan, dikembangkan satu sistem pelatihan kerja nasional
yang merupakan acuan pelaksanaan pelatihan kerja di semua bidang dan/atau
sektor.
(2) Ketentuan mengenai bentuk, mekanisme, dan kelembagaan
sistem pelatihan kerja nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 21
Pelatihan kerja dapat diselenggarakan dengan sistem pemagangan.
Pasal 22
(1) Pemagangan dilaksanakan atas
dasar perjanjian pemagangan antara peserta
dengan pengusaha yang dibuat secara tertulis.
(2) Perjanjian pemagangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), sekurang-kurangnya memuat ketentuan hak dan kewajiban
peserta dan pengusaha serta jangka waktu pemagangan.
(3) Pemagangan yang diselenggarakan
tidak melalui perjanjian pemagangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dianggap tidak sah dan status peserta berubah menjadi
pekerja/buruh perusahaan yang bersangkutan.
Pasal 23
Tenaga kerja yang telah mengikuti program pemagangan berhak atas
pengakuan kualifikasi kompetensi kerja dari perusahaan atau lembaga
sertifikasi.
Pasal 24
Pemagangan dapat dilaksanakan
di perusahaan sendiri atau di tempat penyelenggaraan pelatihan kerja, atau
perusahaan lain, baik di dalam maupun di luar wilayah Indonesia.
Pasal 25
(1) Pemagangan yang dilakukan di
luar wilayah Indonesia wajib mendapat izin dari Menteri atau pejabat yang
ditunjuk.
(2) Untuk memperoleh izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
penyelenggara pemagangan harus berbentuk
badan hukum Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
(3) Ketentuan mengenai tata cara perizinan pemagangan di luar wilayah
Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), diatur dengan
Keputusan Menteri.
Pasal 26
(1) Penyelenggaraan pemagangan di luar wilayah
Indonesia harus memperhatikan:
a. harkat dan martabat bangsa Indonesia;
b. penguasaan kompetensi yang lebih tinggi; dan
c. perlindungan dan kesejahteraan peserta pemagangan, termasuk melaksanakan ibadahnya.
(2) Menteri atau pejabat yang ditunjuk dapat menghentikan
pelaksanaan pemagangan di luar wilayah Indonesia
apabila di dalam pelaksanaannya ternyata tidak sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 27
(1) Menteri dapat mewajibkan kepada perusahaan yang memenuhi
persyaratan untuk melaksanakan program pemagangan.
(2) Dalam menetapkan persyaratan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Menteri harus memperhatikan kepentingan perusahaan, masyarakat, dan
negara.
Pasal 28
(1) Untuk memberikan saran dan pertimbangan dalam penetapan
kebijakan serta melakukan koordinasi pelatihan kerja dan pemagangan dibentuk lembaga
koordinasi pelatihan kerja nasional.
(2) Pembentukan, keanggotaan, dan tata kerja lembaga
koordinasi pelatihan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan
Keputusan Presiden.
Pasal 29
(1) Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah melakukan
pembinaan pelatihan kerja dan pemagangan.
(2) Pembinaan pelatihan kerja dan pemagangan ditujukan ke arah
peningkatan relevansi, kualitas, dan efisiensi penyelenggaraan pelatihan kerja
dan produktivitas.
(3) Peningkatan produktivitas sebagaimana dimaksud pada ayat
(2), dilakukan melalui pengembangan budaya produktif, etos kerja, teknologi,
dan efisiensi kegiatan ekonomi, menuju terwujudnya produktivitas nasional.
Pasal 30
(1) Untuk meningkatkan produktivitas sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 29 ayat (2) dibentuk lembaga produktivitas yang bersifat nasional.
(2) Lembaga produktivitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berbentuk jejaring kelembagaan pelayanan peningkatan produktivitas, yang
bersifat lintas sektor maupun daerah.
(3) Pembentukan, keanggotan, dan tata kerja lembaga
produktivitas nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan
Keputusan Presiden.
Pasal 31
Setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk memilih,
mendapatkan, atau pindah pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang layak di
dalam atau di luar negeri.
Pasal 32
(1) Penempatan tenaga kerja dilaksanakan berdasarkan asas
terbuka, bebas, obyektif, serta adil, dan setara tanpa diskriminasi.
(2) Penempatan tenaga kerja diarahkan untuk menempatkan
tenaga kerja pada jabatan yang tepat sesuai dengan keahlian, keterampilan,
bakat, minat, dan kemampuan dengan memperhatikan harkat, martabat, hak asasi,
dan perlindungan hukum.
(3) Penempatan tenaga kerja dilaksanakan dengan memperhatikan
pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan
program nasional dan daerah.
Pasal 33
Penempatan tenaga kerja terdiri dari:
a. penempatan tenaga kerja di dalam negeri; dan
b. penempatan tenaga kerja di luar negeri.
Pasal 34
Ketentuan mengenai penempatan tenaga kerja di luar negeri sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 33 huruf b diatur dengan undang-undang.
Pasal 35
(1) Pemberi kerja yang memerlukan tenaga kerja dapat merekrut
sendiri tenaga kerja yang dibutuhkan atau melalui pelaksana penempatan tenaga
kerja.
(2) Pelaksana penempatan tenaga kerja sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) wajib memberikan perlindungan sejak rekrutmen sampai penempatan
tenaga kerja
(3) Pemberi kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam
mempekerjakan tenaga kerja wajib memberikan perlindungan yang mencakup
kesejahteraan, keselamatan, dan kesehatan baik mental maupun fisik tenaga
kerja.
Pasal 36
(1) Penempatan tenaga kerja oleh pelaksana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) dilakukan dengan memberikan pelayanan
penempatan tenaga kerja.
(2) Pelayanan penempatan tenaga kerja sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) bersifat terpadu dalam satu sistem penempatan tenaga kerja yang
meliputi unsur-unsur:
a. pencari kerja;
b. lowongan pekerjaan;
c. informasi pasar kerja;
d. mekanisme antar kerja; dan
e. kelembagaan penempatan tenaga kerja.
(3) Unsur-unsur sistem penempatan tenaga kerja sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dapat dilaksanakan secara terpisah yang ditujukan untuk
terwujudnya penempatan tenaga kerja.
Pasal 37
(1) Pelaksana penempatan tenaga kerja sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 35 ayat (1) terdiri dari:
a. instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan; dan
b. lembaga swasta berbadan hukum.
(2) Lembaga penempatan tenaga kerja swasta sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b dalam melaksanakan pelayanan penempatan tenaga
kerja wajib memiliki izin tertulis dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
Pasal 38
(1) Pelaksana penempatan tenaga kerja sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 37 ayat (1) huruf a, dilarang memungut biaya penempatan, baik
langsung maupun tidak langsung, sebagian atau keseluruhan kepada tenaga kerja
dan pengguna tenaga kerja.
(2) Lembaga penempatan tenaga kerja swasta sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) huruf b, hanya dapat memungut biaya penempatan
tenaga kerja dari pengguna tenaga kerja dan dari tenaga kerja golongan dan
jabatan tertentu.